foto: Iqko

Mie Anto Makassar – Entah ada apa orang Makassar dengan niat mereka yang selalu ingin menggunakan huruf kapital dalam menerangkan sesuatu. Pengumuman ini yang paling pertama menyapa mata ketika menyambangi warung Mie Anto yang ada di Jalan Bali. Lah memang apa istimewanya dibandingkan dengan warung mie yang lain?

Kalau bertanya menu andalan menikmati kuliner Makassar, saya menyarankan mie kering sebagai salah satu penganan yang khas. Beberapa teman yang telah mencicipinya telah ketagihan. Karena sepintas, makanan ini termasuk salah satu menu sehat. Karbohidratya ada, sayurannya ada, asupan proteinnya pun didapat dari potongan ayam, udang, bakso dan campuran telur pada kuahnya yang kental.

Sebenarnya apa sih yang disebut Mie Kering? Untuk mereka yang berasal dari luar Makassar, mungkin mengenal makanan ini dengan sebutan Ifu Mie. Penganan yang dibuat dari mie yang digoreng kering, kemudian ditambah saus kental dari campuran sayur, daging, dan seafood. Rasanya gurih dan renyah. Lantas, ada apa dengan Mie Anto?

foto: iqko

Layaknya seorang penemu, Mie Kering Titie kemudian menjadi primadona. Biasanya Mie Kering diidentikkan dengan Mie Titie. Seperti menyebut odol itu Pepsodent atau air minum kemasan itu Aqua. Mie Titie berhasil menjadi pemimpin pasar dengan membuka cabang dimana-mana. Usahanya berhasil? Tentu saja. Sekarang di setiap rumah makan bisa ditemukan menu Mie Kering. Dengan takaran atau rasa yang berbeda pula tentu saja.

Satu yang menjadikan Mie Anto berbeda adalah rasanya yang lebih gurih. Kuah yang berasal dari sepanci daging ayam yang direbus untuk diambil kuahnya menjadi salah satu pemandangan ketika memasuki warung makan ini. Sang koki, kemudian beratraksi mencampur bahan-bahan yang akan dijadikan kuah. Maklum saja, untuk satu kali memasak sang koki biasanya memakai takaran satu wajan penuh.

Kuah tersebut kemudian ditambah ke piring-piring yang telah diisi oleh mie yang telah digoreng. Pilihannya boleh banjir kuah, atau agak irit kuah. Saran saya, pilih yang kuahnya irit supaya rasa sensasi kriuk mienya masih terasa. Boleh juga memesan kuah secara terpisah, sehingga kita bisa mengatur kadar kematangan mie. Maklum saja, mie kering disiram kuah panas akan menjadi lembek seketika.

foto: iqko

Menikmati sensasi makan di warung Mie Anto berarti harus bersiap seperti makan di dalam jeruji. Dengan menggunakan emperan dan satu bagian rumah, meja-meja disusun secara rapi. Setiap meja biasanya berisikan 4 sampai 6 kursi. Jadi kalau ingin pergi makan berombongan harus rela berpisah tempat.

Belum lagi orang yang datang memang selalu ramai, maka jangan marah ketika ada orang yang berdiri menunggu disamping ketika makanan kita sudah hampir habis. Maklum, persaingan keras, jadi harus agak agresif. Tempatnya memang tidak dirancang untuk episode-ngobrol-habis-makan. Kalau pengunjungnya lagi sedikit, tidak apa-apa duduk ngobrol. Tapi biasanya ini jarang terjadi. Sehabis makan, bayar, beberes, langsung balik badan dengan perasaan kenyang.

Seporsi Mie Kering Anto bisa ditebus dengan harga 17 ribu rupiah, ditambah sebotol air mineral atau teh botol. Sayangnya di tempat ini tidak disediakan tisu di setiap meja. Jadi kalau cara makan kita termasuk belepotan, harus menyediakan tisu sendiri atau membeli di kasir (trik ekonomi lagi). Ditambah uang parkir, kira-kira 22 ribu habis untuk seporsi mie yang mengenyangkan.

Tidak perlu takut akan kehabisan. Saya beberapa kali datang dan ternyata bahan untuk kuahnya sedang diolah. Bersabarlah duduk selama 15 menit, karena biasanya kuah pertama yang diangkat masih memiliki rasa yang paling gurih dan potongan ayam yang banyak. Porsi untuk bungkus pun bisa dikatakan sangat berlebih. Kuah yang banyak menjadi andalan, sehingga satu porsi Mie Anto bisa dinikmati untuk 2 orang kala sampai di rumah. Warung ini mulai buka pukul 6 sore, dan tutup pukul 2 pagi. Waktu paling tepat untuk menyantap Mie Anto, ya tentu saja jam 10 malam!

Ketika membaca papan plang pengumuman tadi ketika berjalan keluar dari warung, saya kemudian berpikir. Mungkin ini bukanlah pengumuman biasa saja. Ini adalah sebuah penegasan bahwa kualitas rasa yang tetap terjaga ada di satu-satunya Warung Mie Anto. Bukan seperti warung Mie Kering dengan satu merek tapi memiliki kualitas berbeda di setiap cabangnya. Jadi, tertarik untuk menyambangi Mie Kering Anto?

*oleh Iqko Beruang - sedikit apatis, sedikit sarkastis, menyukai hujan dan sore hari, selalu bermimpi

 

Oleh Ika Farihah Hentihu*

Sedang berada di Malang tapi kangen minum Kopi Phoenam Makassar? Wow.. jauh. Tapi jangan berkecil hati, keinginan minum kopi itu bisa terwujud karena ada di Cafe Makassar di Jl Galunggung, Kota Malang. Seperti apa kopi Phoenam yang legendaris itu?

Salah satu hal yg menarik yang bisa ditemui di Makasar adalah banyaknya kedai kopi atau warung kopi yang lebih sering disebut warkop. Kota ini menjelma menjadi surga buat pecinta kopi. Makasar akan menjelma menjadi “kota warkop” kedua terbesar setelah Aceh yang memang disebut sebagai “propinsi sejuta kedai kopi”.

Secara geografis, Makasar bertetangga dengan Toraja sebagai penghasil kopi torabika dengan rasa khas (Toraja adalah gudang kopi terbesar di wilayah timur Indonesia). Kopi Toraja adalah memiliki cita rasa yang berbeda dan khas dibanding dengan dengan kopi dari wilayah lain di dunia ini. Mutu kandungan tanah (soil) di pegunungan Sulsel tempat dimana kopi ditanam inilah yang membuat rasa kopi ini menguat saat diseruput.

Bicara kopi, maka kita harus segera melirik salah satu pionir warkop di sini yg terkenal disebut dengan nama “Phoenam”. Didirikan tahun 1946 oleh salah satu warga keturunan, Phoe Nam atau Phoenam memang hanya mengkhususkan menjual kopi. Phoenam sendiri artinya “terminal”  atau “tempat singgah”. Nama yang unik, dan brand ini sudah ada sejak puluhan tahun silam.

Bila sudah berada di Cafe Makassar, rasanya tak lengkap bila tidak mencicipi jajanannya. Ada semacam pastel dengan isian yang cukup mengagetkan juga saat mendapatkan gigitan pertama. Isinya ternyata abon ikan, bihun dan sayur2an dan juga lemper yang khas dibungkus dengan daun pisang dan dibakar. Isinya juga memanjakan lidah dan tenggorokan, bumbunya berasa begitu hangat.

Dan yang pasti Coto Makassarnya. Pengalaman saya, semua teman yang saya ajak ke sini rerata menambah porsi lontongnya. Kecil tapi gurih, rupanya lontong ini dimasak dengan santan. Konon Coto Makassar ini adalah hidangan para raja Sulsel. Saat menyantap temen2  mengira, lontong tersebut dipotong dan dimasukkan kedalam mangkok, walhasil mangkoknya jadi kepenuhan. Maklum mangkok yang dipergunakan untuk coto Makassar ini lumayan kecil. Hingga kemudian saya jelaskan bahwa lontongnya cukup digigit aja, nggak perlu dimasukkan ke dalam mangkok coto. Di Malang kita memang biasa memasukkan lontong ke dalam mangkok bakso.

foto: Ika Fahriha Hentihu

Saat menyantap temen2  mengira, lontong tersebut dipotong dan dimasukkan kedalam mangkok, walhasil mangkoknya jadi kepenuhan. Maklum mangkok yang dipergunakan untuk coto Makassar ini lumayan kecil. Hingga kemudian saya jelaskan bahwa lontongnya cukup digigit aja, nggak perlu dimasukkan ke dalam mangkok coto. Di Malang kita memang biasa memasukkan lontong ke dalam mangkok bakso.

Ajak pula teman-teman untuk menikmati jajanan khas Makassar yang lain yaitu Es Pisang Ijo. Mungkin pada penasaran bentuknya yang hijau panjang, dan sausnya yang legit2 manis gurih. Hmm ternyata rasa campuran santan dan sirup merah memberikan sensasi yang berbeda.

Menikmati jajanan di Cafe Makassar ini memang sungguh memuaskan, pulang perut kenyang dan yang penting serasa berada di Makassar. :)

Salama’

*Ika Farihah Hentihu lahir dan besar di kota Malang Jawa Timur, pengajar di Jurusan Sastra Inggris. Saat ini sedang tertarik kepada sejarah, antropologi dan budaya Sulawesi khususnya Sulawesi Selatan.

Translate this Page

Rank




© 2012 Makassar Nol Kilometer Suffusion theme by Sayontan Sinha