Limousine, Berubah Wujud dalam Musik Itu Menyenangkan

Beberapa minggu sebelum saya ketahui dengan jelas, seorang teman saya memberitahu sekilas tentang konser ini yang katanya bakal mengundang sebuah kelompok musik jazz dari Prancis membawakan karyanya. Sayangnya, dia tidak mengingat nama bandnya secara detail.

Poster Limousine Band (sumber: Facebook.com)

Rasa penasaran saya muncul. Band jazz seperti apa yang akan tampil? Apakah jazz yang bermain konvensional atau kontemporer? Di benak saya, Prancis memiliki budaya bermusik sudah berbaur dan memiliki ciri khas tersendiri. Jadi, sepertinya kelompok ini memainkan jazz kontemporer. Sepertinya.

Segera saya mencari informasinya lebih mendalam. Satu situs menginformasikan dengan poster berjudul “Limousine Siam Roads Asian Tour”. Di sana dicantumkan beberapa tempat yang bakal disambangi kelompok musik ini. Indonesia menjadi tempat pertama yang bakal disambangi, selanjutnya Thailand dan Singapura. Di Indonesia, kota yang dikunjungi: Jakarta [21 Mei], Makassar [22 Mei], Bandung [23 Mei], Yogyakarta [24 Mei], dan Bali [25 Mei].

Konser Limousine di Makassar terselenggara kerjasama Institut Francais Indonesia dengan Universitas Hasanuddin dalam rangka Printemps Francais, festival seni dan budaya Prancis yang diselenggarakan tiap tahun oleh Institut Prancis di Indonesia. Pelaksanaan tahun ini masuk edisi ke-9.

BAND INI yang masih asing di telinga saya. Beberapa situs hanya mencantumkan informasi seperti ini: Limousine, kelompok musik Prancis yang mengadopsi musik instrumental pop-jazz elektronik. Mereka adalah Laurent Bardainne (keyboard dan saksofon), David Aknin (drum), Maxime Delpierre (gitar), dan Frédéric Soulard (keyboard). Masing-masing personil Limousine mempunyai pengaruh musik yang berbeda-beda.

Wow, baru pertama kalinya saya mendengar kelompok musik yang mengusung jazz diimbuhi elektronik dan tanpa pemain bass yang notabene pasti ada di setiap kelompok musik jazz. Dan juga tanpa vokal. Sudah pasti musik yang dibawakan penuh dengan nuansa instrumental. Lumrah ditemukan di beberapa kelompok musik jazz.

Bermodalkan rasa penasaran dan tidak mengetahui lagu-lagu mereka pastinya, akhirnya saya memutuskan menonton konser mereka malam itu. Hitung-hitung menambah lagi referensi bermusik dan ilmu baru tentunya.

Saya mengabari beberapa teman yang bisa diajak untuk menonton konser tersebut. Setelah menghubungi beberapa rekan, Ridho dari Kedai Buku Jenny pun ternyata juga ingin menyaksikan konser tersebut.

Saya pun sampai di sana menjelang pukul 20.00. Saat itu juga baru saja berhenti hujan yang cukup deras. Saya belum melihat ada tanda-tanda bakal digelarnya sebuah konser musik. Padahal waktu konser semestinya digelar pukul 19.30. Apakah kelompok ini juga terkena kebiasaan orang Indonesia yang mengulur waktu (jam karet)? Mungkin saja.

Ternyata setelah masuk ke dalam, sudah banyak juga yang ingin menyaksikan Limousine tampil.  Rata-rata sebagian besar mahasiswa Universitas Hasanuddin. Ada juga beberapa dosen dan juga petinggi kampus. Saya juga bertemu dengan teman yang mengabari tentang konser ini. Lengkap sudah rasa penasaran berganti keriangan beberapa menit kemudian.

Sebelum Limousine naik panggung, diawali kata sambutan dari pihak kampus dan Institut Francais yang sebetulnya tidak perlu menurut saya. Mungkin sudah tradisinya seperti itu. Ah, yang penting bisa menyaksikan Limousine sesudahnya.

LIMOUSINE pun (hampir) menepati janjinya untuk tampil segera setelah saya duduk di kursi penonton tepat pukul 20.00. Dengan senyum mengembang dari setiap personil, mereka menyapa penonton tanpa sepatah kata pun sebelum tampil perdana di kota Daeng ini. Mereka disambut tepuk tangan yang ramai.

David Aknin di drum memulai aksi Limousine malam itu. Ia memukul stik drum tenor-nya ke floor tom yang disambut  tiupan saksofon Laurent Bardainne dan petikan gitar Maxime Delpierre. Sesekali diimbuhi dengan bunyian organ Farfisa dari Frédéric Soulard.

Ternyata lagu pertama, Tokhes bernada cukup ceria. Pukulan stik tenor yang pelan dan menghanyutkan dimainkan perlahan,dan Laurent meniupkan saksofon dengan nada tinggi kemudian turun perlahan di akhir lagu dibarengi dengan gitar dan organ serta drum yang berganti pola. Betul-betul impresi awal mengundang decak kagum.

Di lagu berikutnya, Drianke, permainan saksofon Laurent cukup dominan. Dengan mengambil nuansa musik Eropa Timur dan David Aknin tetap memukul stik tenor perlahan, nada tiupan saksofon yang tidak terlalu melengking membuat suasana semakin menghanyutkan.

Cosmos yang menjadi lagu berikutnya yang dibawakan Limousine. Permainan Frederic dengan organ Farfisa-nya dan David dengan drum yang tetap perlahan mengambil peran rhythm yang kuat, sementara Laurent dan Maxime dengan bebas meningkahi dengan melodi-melodi sederhana.

Lila yang baru saya ketahui merupakan lagu andalan mereka, yang juga merupakan pilihan Broadcast Club,sebuah sineas Perancis sebagai soundtrack film pendek berjudul sama, juga mereka bawakan dengan apik. Tiupan saksofon dengan nada yang manis ternyata dilanjutkan dengan nada yang muram dari bunyian kibor dan  Farfisa.

Maxime dan David. (Foto: Reedho Al Diwani)

Gaviotta melanjutkan aksi Limousine malam itu dengan imbuhan kibor dan organ Farfisa yang seperti memenuhi udara di ruangan Baruga malam itu. Tetap dengan nada yang kelam dan ditingkahi dengan petikan gitar kemudian turun perlahan di akhir lagu.Bebunyian gitar reverb Maxime mengambil peran paling banyak di lagu Lila. Semakin mendekati akhir lagu, reverb gitar makin meninggi dan drum makin banyak mengisi fill-fill yang aneh. Mengingatkan saya sedikit dengan beberapa lagu Sigur Ros. Cukup merinding juga mendengar lagu berdurasi panjang selama 8 menit 50 detik ini.

Nomor Instrumental selanjutnya, Bongussi, didominasi permainan drum dari David dengan permainan perkusi cow-bell yang ciamik ditaruh pas di dekat stand crash cymbal-nya. Diselingi dengan permainan solo David di pertengahan lagu, Bongussi yang bernada ceria ini ditutup dengan manis dan tepuk tangan meriah penonton.

Di lagu-lagu berikutnya, dengan berat hati saya menyudahi untuk menyaksikan penampilan mereka karena harus berlatih dengan kelompok musik saya malam itu juga. Sehingga saya pun pamit juga dengan Reedho yang datang bersama temannya yang berniat menyaksikan konser Limousine sampai selesai.

Namun melihat penampilan mereka malam itu walau tidak sampai selesai, cukup menghilangkan rasa penasaran saya dengan Limousine. Tenyata musik yang mereka usung tidak berkutat saja dengan jazz konvensional, malah lebih ke kontemporer. Dengan organ Farfisa dan nada keyboard yang muram sebagai penandanya.

Beberapa hari setelah konser, saya bertemu lagi dengan Reedho dan dia menceritakan akhir konser tersebut dan memperlihatkan juga setlist lagu yang dibawakan Limousine itu sebagai bahan tulisan saya untuk review ini.

Melihat setlist lagu mereka malam itu, tampak di akhir konser mereka membawakan beberapa nomor instrumental lainnya seperti The Reindeer, Autre Chose dan beberapa yang baru, Luk Thung dan Mekong yang tampaknya mereka buat untuk Asian Tour ini.

Setlist Limousine di Unhas. (Foto: Achmad Nirwan)

Setelah saya mengecek track lagu kedua album mereka di iTunes, Limousine (2006) dan II (2012), tidak mencantumkan lagu-lagu baru tersebut. Tampaknya dipersiapkan untuk album yang mendatang.

Saya kembali membuka beberapa situs yang bisa menambah porsi informasi tentang mereka.Setelah baca lagi tentang mereka di beberapa situs dan menyaksikan aksi mereka di beberapa video di Yotutube, saya pun angkat topi dengan mereka. Limousine ternyata kolektif musikus yang juga merupakan akitivis musik indepeden di Prancis sana. Cukup pantaslah mereka bisa mewakili Prancis di festival Printemps Francais tahun ini.

Musik Limousine dengan semangat indie walaupun masih dilingkupi nuansa elitis a la Prancis, menampilkan musik indie Jazz yang tidak biasa dan pastinya masih dipengaruhi juga oleh musisi-musisi yang lebih dulu popular seperti Pink Floyd, sedikit Brian Eno, dan Air, dan di departemen gitar berani memainkan beberapa part gitar a la Sigur Ros.

Referensi bermusik dari Limousine bisa dipetik juga untuk semua kalangan, terkhusus kalangan mahasiswa yang menyaksikan malam itu. Mengingat menampilkan karya tidak harus dengan cara konvensional saja menurut teman-teman mahasiswa saja, namun bisa ditempuh dengan cara kontemporer juga.

Makassar beruntung bisa ambil bagian untuk pertama kalinya dalam festival Printemps Francais, mengingat masih sangat jarang acara seperti ini. Sekaligus menambah khazanah baru dalam gelaran musik di Kota Daeng, agar tidak terpaku pada satu tipe gelaran musik saja.[]

Bagikan Tulisan Ini:

Achmad Nirwan (8 Posts)

penikmat musik yang kadang-kadang main gitar dan menulis apa saja


One response on “Limousine, Berubah Wujud dalam Musik Itu Menyenangkan

  1. Pingback: LIMOUSINE ITU BERUBAH WUJUD DALAM BENTUK MUSIK MENYENANGKAN | back to one another one·

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


6 + seven =

You may use these HTML tags and attributes: