Mengintip Pasar Loak di Makassar

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, loak berarti keranjang tempat sampah atau barang bekas. Istilah ini sudah cukup umum di kalangan kita sebagai penanda barang bekas yang kadang masih bisa digunakan dan bahkan dijualbelikan. Kota-kota besar di Indonesia rata-rata memiliki sebuah pasar atau area khusus yang menjual barang-barang loakan. Bagaimana di Makassar? Adakah pasar loak di Makassar? Berikut adalah cerita seorang ibu rumah tangga yang juga seorang blogger tentang sebuah area yang dijadikan sebagai pasar loak di kota Makassar.

Suasana pasar loak di pagi hari

Dulu saya suka bertanya-tanya sendiri, “Adakah pasar loak di Makassar?” Di kota-kota besar biasanya kan ada pasar loak. Kalau di Makassar di mana?

Suatu hari suami saya bertanya, “Mau jalan-jalan ke pasar loak? Siapa tahu bisa jadi bahan blog.” Ide yang bagus. Bertahun-tahun tinggal di Makassar, saya baru tahu ada pasar loak di sini. Saya menyambut idenya dan kami pun mengunjungi “pasar loak” itu di suatu pagi yang cerah di bulan Januari.

Saya tak tahu sejak kapan berdirinya arena jual-beli di jalan Dr. Soetomo yang berpotongan dengan jalan Sawerigading ini. Sebenarnya tak tepat disebut pasar karena lapak-lapak yang berdiri di situ hanyalah lapak-lapak “portabel” yang “spontan”. Saya menyebutnya “portabel” karena kalau saja ada razia, dengan mudah para pedagang ini bisa mengangkut barang jualan sekaligus lapaknya. Tak ada lapak yang semi permanen apalagi permanen.

Rata-rata penjual hanya menggunakan sebuah lemari etalase atau bahkan hanya menggelar alas plastik dan memajang barang jualan mereka di atasnya. Letaknya pun bisa saja berpindah-pindah. Beberapa waktu sebelumnya posisinya lebih ke arah utara, namun masih di jalan Dr. Soetomo.

Mereka menggelar dagangan seadanya

Dari koin kuno, kamera hingga dompet (mirip) kulit

Ada belasan lapak di situ. Mereka buka dari pagi hari sekitar jam 8 hingga lepas senja. Beberapa lapak menjual HP bekas. Ada pula barang-barang bekas lainnya seperti radio, lampu, kamera, laptop, kap lampu, kaset lawas, hingga barang-barang pusaka.

Ada charger HP bekas, dudukan HP, remote TV bekas, kantong remote TV, stop kontak, arloji bekas, pecahan uang lama, koin-koin – mata uang zaman kerajaan dulu, ada pula jimat. Harga barang pusaka/jimat yang biasanya mahal, di sini jual teramat murah, sepertinya masih harus diselidiki lebih lanjut apakah barangnya asli atau tidak. Di antara lapak-lapak itu, ada pula lapak yang menjual barang baru seperti  dompet-dompet kulit (atau kulit tiruan?).

Sembari melihat-melihat, saya pun mengacung-acungkan HP, memotret lapak-lapak yang ada. Beberapa pemilik lapak bertanya, “Mau jual HP?” Tentu saja saya menjawab, “Tidak!” Memangnya kalau mau jual HP, HP-nya diacung-acungkan gitu? Tidak tahu saja tu bapak, beginilah kalau blogger lagi beraksi … hehehe.

 

 

Mugniar Marakarma – ibu 3 anak – blogger (http://mugniarm.blogspot.com) – tinggal di Makassar.

Bagikan Tulisan Ini:

Makassar Nol Kilometer (166 Posts)

Sebuah ruang termpat berkumpulnya warga kota Makassar mencatat dan bercerita tentang dinamika kota dari kaca mata warga. Kami membuka ruang seluas-luasnya bagi warga untuk berkontribusi di laman ini.


Comments

Tinggalkan Komentar