Kota Makassar terus berkembang dan tumbuh. Pemerintah kota bahkan mencanangkan Menuju Kota Dunia untuk menggambarkan pertumbuhan kota yang semakin genit. Tapi benarkah Makassar sudah siap menuju kota dunia? Seorang warga menuturkan tentang pengamatannya pada akses kota ini untuk saudara-saudara kita yang mempunyai kemampuan berbeda (difabel).
Perkembangan pembangunan Makassar sangat pesat belakangan ini. Lihat saja perubahan yang terjadi diberbagai sudut kota anging mammiri ini, begitu jelas terlihat banyaknya bangunan megah yang menjulang tinggi mendominasi hijaunya pepohonan kota, jalan yang lebar hingga air pun enggan keluar dari badan jalan kota, gedung-gedung pelayanan masyarakat yang kelihatannya seperti istana dan banyaknya pilihan pendidikan yang membuat kitapun kadang pusing ingin memilah yang mana.
Tapi apakah semua fasilitas dan pelayanan masyarakat itu punya akses terhadap penyandang disabilitas ? Dan jawabannya tidak sama sekali. Sebagai mana kita melihat fasilitas di Makassar seperti rumah sakit, sekolah, kantor palayanan masyarakat, akses jalan raya, bandara tidak satu pun yang punya akses terhadap penyandang disabilitas. Padahal dalam undang-undang di negara ini itu semua sudah sangat jelas bahwa setiap penyandang disabilitas punya kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan penghidupan di negara ini dan dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas yang berbentuk nonfisik dan fisik.
Tidak adanya Aksesbilitas Fisik untuk penyandang disabilitas
Menurut Arifin ketua Pertuni Sulsel yang beberapa hari lalu sempat saya wawancarai mengenai aksesbilitas fisik di Makassar: “Aksesbilitas fisik di Makassar sama sekali belum dapat membantu para penyandang disabilitas untuk beraktifitas bebas di sudut-sudut kota Makassar. Begitupun dengan keluhan teman-teman kami di Pertuni yang saat ini melanjutkan pendidikannya di jenjang sekolah menengah umum dan perguruan tinggi di Makassar yang dimana pada tempat mereka menempuh pendidikan tidak memberikan akses untuk fasilitas-fasilitas yang ada.”
Arifin juga memberikan kepada saya beberapa undang-undang yang mengatur tentang Aksesbilitas fisik untuk penyandang disabilitas
Undang-undang Tentang Aksesbilitas Fisik Untuk Penyandang Disabilitas:
Undang Undang No. 4/1997 pasal 10 tentang Penyandang Disabilitas dan PP No. 43/1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas dinyatakan bahwa (1) Kesamaan kesempatan penyandang Disabilitas pada aspek kehidupan dan penghidupan, dilaksanakan melalui penyediaan aksesibilitas, (2) Penyediaan aksesibilitas untuk menunjang penyandang Disabilitas dapat hidup bermasyarakat, (3) Pada ayat 1 dan 2 dinyatakan penyediaan aksesibilitas oleh pemerintah beserta masyarakat secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan.
Di dalam UU No. 4/1997 pasal 29 juga telah tercantum tentang sanksi administrasi bagi (1) Siapapun yang tidak memberi kesempatan serta perlakuan yang sama bagi penyandang Disabilitas sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis dan jenjang pendidikan sebagaimana termaktub dalam pasal 12; (2) Bentuk, jenis dan tata cara pengenaan sanksi administrasi diatur melalui PP. Selain pemerintah melalui Departemen Sosial telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan Kesejahteraan Sosial Penyandang Disabilitas, yang Isinya menyerukan kesamaan kesempatan dan penyediaan aksesibilitas yang berbentuk nonfisik dan fisik.
Untuk aksesibilitas fisik, Departemen PU juga telah mengeluarkan Keputusan Menteri PU Nomor : 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998 tentang Persyaratan Teknis Aksesibilitas pada Bangunan Umum dan Lingkungan. Untuk lebih memaksimalkan lagi maka dikeluarkan Surat Edaran Menteri Sosial Republik Indonesia No. A/A164/VIII/2002/MS, tanggal 13 Agustus 2002 yang menyatakan agar setiap upaya penyediaan aksesibilitas yang berbentuk nonfisik dan fisik dapat dikoordinasikan pelaksanaannya, yang meliputi hal-hal sebagai berikut: (1) Penyediaan fasilitas/ aksesibilitas penyandang Disabilitas pada gedung dan sarana umum seperti yang telah dilaksanakan oleh sebagian instansi/lembaga di Indonesia; (2) Pembangunan gedung baru agar disediakan aksesibilitas bagi penyandang Disabilitas dengan memperhitungkan proses rancangbangun sesuai Kepmen PU No. 468/KPTS/1998 tanggal 1 Desember 1998.
Pendidikan Inklusi di Makassar
Perbincangan saya dan Arifin terus berlanjut, bermula dari aksesbilitas hingga menjalar ke pendidikan untuk penyandang disabilitas, “mungkin hanya sebagian orang yang mengetahui mengenai pendidikan inklusi, yakni sebuah pendidikan yang menyamaratankan setiap peserta didiknya termasuk penyandang disabilitas” ia pun kembali mengambil sebuah lembaran dari dalam map yang ia taruh sebelumnya diatas meja. Lembaran tersebut ternyata perihal Pendidikan Inklusi yang selama ini menjadi fokus perhatian teman-teman untuk penyandang disabilitas.
Salah seorang penyandang disabilitas yang kuliah di salah satu perguruan tinggi di Makassar
Pendidikan inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik yang memiliki kelainan dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa pada sekolah regular dalam satu kesatuan yang sistemik. Pendidikan inklusif adalah pendidikan di sekolah biasa yang mengakomodasi semua anak berkebutuhan khusus yang mempunyai IQ normal diperuntukan bagi yang memiliki kelainan (intelectual challenge), bakat istimewa, kecerdasan istimewa dan atau yang memerlukan pendidikan layanan khusus. Pendidikan inklusi sendiri mulai mengemuka sejak tahun 1990, ketika konferensi dunia tentang pendidikan untuk semua, yang diteruskan dengan pernyataan salamanca tentang pendidikan inklusif pada tahun 1994
Menurut Arifin di mana saat itu ia menempuh pendidikan disalah satu perguruan tinggi swasta besar di mana penyandang disabilitas seperti beliau masih sangat sulit untuk mengikuti materi yang diberikan oleh dosen di kampus. Hampir sebagian besar tenaga pengajar di Makassar sangat kurang akan bekal untuk berinteraksi terhadap penyandang disabilitas itu, kata beliau. Sampai-sampai saat itu Arifin harus membeli tape rekorder untuk merekam semua materi yang diberikan dari dosen dan kembali mempelajarinya dengan cara mendengarkan rekaman yang ia rekam tadi sesampainya di asrama yayasan.
penyandang disabilitas yang memanfaatkan program Jaws untuk mengakses komputer di yayasan pertuni sulsel
Untuk pendidikan inklusi di Sulawesi selatan khususnya di kota Makassar sendiri sepertinya tidak terlalu diperhatikan oleh pemerintah, padahal itu semua sudah diatur dalam UUD 1945, Pasal 31 bahwa setiap warga negara berhak mendapat pendidikan, UU No. 20 Tahun 2003 bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara, dan Permendiknas No. 70, Tahun 2009, Pasal 1 bahwa pendidikan inklusi adalah sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya.
Begitu banyak pendidikan di Makassar ini yang belum menerapkan pendidikan inklusi mulai dari sekolah menengah umum hingga universitas-universitas yang bertaraf internasional . Kata arifin, teman-teman di yayasan pertuni sendiri sudah banyak yang menempuh pendidikan di sekolah-sekolah umum dan perguruan tinggi dan mereka mengeluh akan fasilitas aksesbilitas fisik dan pendidikan inklusi yang tidak ramah buat mereka.
Aksesbilitas fisik dan pendidikan inklusi untuk penyandang disabilitas belum sepenuhnya merata di makassar, kata mereka makassar nantinya adalah sebuah kota dunia, tapi kota dunia adalah kota yang dapat diakses oleh seluruh warganya tanpa membandikan strata sosial mereka. Kalau begitu, menuju ke kota dunia manakah Makassar saat ini?
Pingback: Aksesbilitas Dan Pendidikan Di Makassar Untuk Para Difabel | Lontaraa.com·